AFWAN JIDDAN

Mohon maaf jika artikelnya masih sedikit.....

pertama karena baru saat ini ingin menuliskan apa yang pernah sy sampaikan
kedua karena seringkali waktu untuk menulis yang belum sempat

Tapi semoga bermanfaat untuk saya, keluarga dan pembaca

Jazakumullaahu Khairon Kaatsiir

Tuesday, September 13, 2011

MENDIDIK ANAK USIA 0-7 TAHUN DAN USIA 8 - 15 TAHUN

PENDIDIKAN ANAK USIA 0-7 TAHUN DAN 8-14 TAHUN Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (At Tahrim : 6) Menurut ali bin abi thalib fase pendidikan anak terbagi menjadi 3 fase : 1. anak adalah “tuan” pada tujuh tahun pertama, 2. seorang “budak” untuk tujuh tahun kedua, 3. dan seorang “perdana menteri” pada tujuh tahun ke tiga, maka bila ia tumbuh menjadi anak yang baik dalam 21 tahun itu, maka bagus, kalaupun tidak, orang tua sudah berusaha mendidik anak dan Allah mempunyai ketetapan yang lain. Tahap pertama: dari lahir hingga umur 7 tahun Pada tahap ini, anak disebut sebagai tuan atau master dari orangtuanya. Umur 0-7 tahun adalah usia dimana anak bermain secara penuh karena anak belum siap untuk dididik melalui instruksi formal. The Prophet said, “Respect your children and teach them good behaviour, Allah will forgive (your sins).” Kebertahapan adalah poin penting yang harus ditekankan pada tahap ini. ketika anak mencapai usia 3 tahun, ajarkan ia mengucapkan la illaha illallah sebanyak tujuh kali. Kemudian biarkan hingga ia berumur 3 tahun, 7 bulan dan 20 hari, kemudian ajarkan anak untuk berkata muhammadar rasulullah Kemudian ketika ia berumur 4 tahun, ajarkan mengucapkan sallalahu ‘ala muhammadin wa ala ali Muhammad Ketika ia mencapai usia 5 tahun, bila ia sudah dapat membedakan antara tangan kanan dan tangan kiri. Ajak anak ia menghadap kiblat dan ajarkan sujud Ketika berumur 6 tahun, ajarkan anak shalat dan ajarkan ruku dan sujud. Ketika genap tujuh tahun, ajarkan anak untuk mencuci muka dan tangannya kemudian ajak untuk shalat. Ini akan berlanjut hingga mencapai usia 9 tahun, Kemudian ia harus diajarkan ritual sesungguhnya untuk berdoa dan shalat. Ketika ia melaksanakan wudu dan shalat yang benar, Allah mengampuni dosa kedua orangtuanya Tahap kedua: umur 8 hingga 14 tahun Anak adalah budak (tawanan) untuk 7 tahun berikutnya. Pada usia ini, anak sudah dapat menangkap sebab akibat, berpikir secara logis, yang berarti ia siap untuk pendidikan formal. Sangatlah penting jika anak tidak hanya dididik dengan ilmu-ilmu tapi juga pada waktu yang sama ia harus dibesarkan dalam etika islami. Dengan mengatakan anak adalah “budak” dari umur 8 – 14 tahun, orangtua ditekankan untuk mendidik kedisplinan. Anak adalah “budak” dalam artian ia harus mengikuti instruksi orang tua dan guru. Nabi salallahu alahi wassalam mengatakan bahwa tiga hal yang harus diajarkan pada anak laki-laki dalam tahap usia ini adalah: 1. Kemampuan baca tulis untuk ilmu sekuler, 2. Pengetahuan islam, 3. Pendidikan fisik dan bela diri. Nabi Muhammad berkata: hak dari anak laki-laki untuk diajarkan oleh ayahnya tiga hal: • diajarkan tentang alQuran, • menunggang kuda dan • berenang”. Jafar as Sadiq juga mengatakan bahwa tugas dari ayah untuk mengajarkan anaknya menulis. Pendidikan agama sangat penting pada tahap ini agar keyakinan islam anak berdasar pada pemahaman yang benar dan pondasi yang kuat. Jafar as Sadiq mengatakan: ajarkan pemudamu hadist sebelum ia didekati oleh ajaran yang salah Anak pada tahap ini seperti cabang pohon hijau yang lembut, mereka bisa dengan mudah di bengkokan ke berbagai arah. Kemampuan baca tulis dan mencari ilmu baik ilmu agama maupun sekuler juga ditekankan pada pendidikan anak perempuan. Tetapi, daripada pendidikan fisik, islam mengatakan tentang subjek spesifik yang dapat membantu anak perempuan menjadi istri yang baik dan ibu pendidik. Karena generasi masa depan ummat ini bagaimanapun juga bergantung pada ibu yang terpelajar, berwawasan, dan sadar akan perannya untuk membentuk masyarakat yang selalu sadar dengan kehadiran Allah. Mendidik anak agar militant (mandiri) Jika sejak kecil anak dikenalkan pada kebiasaan hidup mandiri, maka kelak anak memiliki bekal kemandirian. Karena di dalam pendidikan ada konsep yang menyatakan bahwa bentuk perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah sesuai dengan yang dilihatnya. Itulah yang akan melekat hingga dewasa. Begitupun dengan kedisiplinan, kebersihan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak. Dalam hal ini, tentu orangtualah yang memiliki peranan yang sangat penting. Kepribadian anak di masa yang akan datang, dalam kaitannya dengan permasalahan umat, perlu kita pahami sebagai tugas-tugas da'wah yang harus diemban. Karena bagaimanapun, proses pembekalan yang berlangsung dalam waktu yang lama dan konsisten akan terwujud sebuah kekuatan, baik fisik maupun mental. Sehingga penanaman nilai-nilai kemandirian harus dilakukan secara continue dengan memberikan keteladanan pada mereka nilai-nilai kedisiplinan, seperti shalat di awal waktu, tidak bangun kesiangan, meninggalkan tempat tidur dalam keadaan rapi, dan sebagainya. Selain itu kita juga mengajak anak-anak kita untuk terbiasa bertanggung jawab. Misalnya, salah seorang anak kita diminta untuk menjaga adiknya atau membantu mengerjakan PR. Atau bisa juga dengan cara pemberian tugas piket rumah secara bergiliran. Dengan demikian, anakpun akan terbiasa menghadapi amanah dan terbiasa menjalani hidup secara terprogram/terjadwal. Berikut ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk menumbuhkan jiwa militansi pada putra-putrinya. 1. Manfaatkan berbagai sarana yang ada di rumah sebagai saraana belajar anak. Mulai dari kamar tidur, kamar mandi, perabot rumah tangga, dan benda-benda lain yang ada di rumah sebetulnya bisa dijadikan wahana dan sarana pembelajaran anak. Sehingga anak tidak hanya belajar melalui jalur formal yaitu sekolah, namun juga bisa belajar bersama orangtua. 2. Menerapkan kebiasaan-kebiasaan postitif pada anak melalui contoh dan keteladanan. Dalam hal ini salah satu karakteristik yang dimiliki anak adalah meniru atau mengidentifikasi. Jadi kalau orangtua terbiasa mencuci piring sendiri tiap selesai makan, maka anak secara tidak langsung akan menirunya. 3. Ciptakan suasana kondusif di keluarga yang dapat mengarah pada penanaman nilai-nilai militansi. Misalnya, di sela-sela pekerjaan, sang ayah bisa memanfaatkan waktu di rumah untuk membereskan rumah, menghias taman, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang bersifat produktif. Selain itu sesibuk apapun orangtua, anak harus tetap bisa merasakan kebersamaan, apakah itu sedang mengerjakan tugas sekolah bagi yang sudah sekolah atau ketika menonton TV sekalipun. 4. Berikan stimulus pada anak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan sesuai dengan minatnya. Misalnya, bagaimana orangtua mengajak anaknya menyenangi kegiatan menghafal Al-Qur'an, gemar membaca buku, toleransi terhadap teman, dan lain sebagainya. Bila nuansa-nuansa militan sudah dikenalkan pada anak sejak dini, maka anak akan terbiasa pada hal-hal positif. Sehingga jiwa militan akan terus terbentuk pada diri mereka dan akan dibawa terus hingga ia dewasa. Tentu saja dalam hal ini orangtua perlu memiliki komitmen dan konsistensi yang kuat.

6 comments:

  1. sumber dari pendapat Sahabat Ali di atas dapat saya temukan di buku mana ya?

    ReplyDelete
  2. trimakasih bangat atas pengajarannya

    ReplyDelete
  3. terimakasih infonya menarik,jangan lupa kunjungi balik website kami http://bit.ly/2Cyl3pR

    ReplyDelete